Dalam Islam, ulama memiliki kedudukan mulia sebagai pewaris para nabi. Mereka adalah pembimbing umat dalam urusan agama dan akhlak. Namun, penting dipahami bahwa ulama tetaplah manusia biasa yang bisa saja melakukan kekhilafan atau kesalahan yang tidak disengaja. Dalam situasi seperti ini, Islam mengajarkan adab mulia: menutup aib dan menjaga kehormatan mereka.
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim)
Hadis ini bersifat umum, namun ketika berkaitan dengan ulama, menjaga aib mereka dari kekhilafan menjadi lebih penting, karena menyangkut wibawa ilmu dan kelangsungan dakwah. Jika kesalahan itu bukan kezaliman atau pelanggaran berat yang membahayakan orang lain, maka membuka aibnya hanya akan menimbulkan fitnah, memperkeruh suasana, dan menjauhkan umat dari agama.
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Setiap anak Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat."
(HR. Tirmidzi)
Artinya, kekhilafan adalah hal manusiawi. Bila seorang ulama segera memperbaiki kesalahannya, maka umat justru harus mendukung dan menutupi aib itu, bukan menyebarkannya. Dalam sejarah, Nabi SAW sendiri menunjukkan teladan mulia dalam menghadapi kesalahan para sahabat — beliau menasihati secara pribadi, tanpa mempermalukan mereka di depan umum.
Kesimpulannya, menutup aib ulama dari kekhilafan adalah bagian dari menjaga kehormatan ilmu dan menjaga kemaslahatan umat. Koreksi tetap boleh dilakukan, namun harus dengan adab, kelembutan, dan tidak dengan membuka aib di ruang publik. Inilah ajaran Islam yang penuh kasih sayang dan keadilan.(Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar